Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MANDAILING NATAL
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2017/PN Mdl YUSRIL TANJUNG Kepala Kepolisian Resor Mandailing Natal Cq. Kepala Kepolisian Sektor Batahan Cq. Penyidik Pembantu atas nama BRIPKA SUHERI. SH BRIGADIR ARFAN LUBIS dan BRIGADIR JUNI ISKANDAR Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 23 Nov. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2017/PN Mdl
Tanggal Surat Kamis, 23 Nov. 2017
Nomor Surat B-129/N/2.28.3/Epp.2/10/2017
Pemohon
NoNama
1YUSRIL TANJUNG
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resor Mandailing Natal Cq. Kepala Kepolisian Sektor Batahan Cq. Penyidik Pembantu atas nama BRIPKA SUHERI. SH BRIGADIR ARFAN LUBIS dan BRIGADIR JUNI ISKANDAR
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. Bahwa antara Pemohon dengan Pelapor (NAZMUDIN, SH) mempunyai hubungan hukum dimana Pemohon sebagai Kuasa Direktur CV. Sinar Batahan Sejahtera yang diikat dalam bentuk Surat Kuasa Direktur No. 7 tanggal 9 Januari 2009 yang pada pokoknya bertugas untuk “Mengikuti tender proyek di lingkungan Perseroan Terbatas PT-Perkebunan Nusantara IV dan mengerjakan tender tersebut sebagaimana mestinya dengan hak dan kewajiban yang jelas dan tegas diatur dalam surat kuasa tersebut”, yang dibuat secara sah dan autentik oleh Ali Muda Rambe, SH., Notaris di Medan dengan dihadiri oleh saksi-saksi Ramlan Pasaribu, SH dan Rina Erlina Roy Rambe;

 

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan : “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat :
    1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. Suatu hal tertentu;
    4. Suatu sebab yang halal;

 

Dimana berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, Surat Kuasa Direktur No. 7 tertanggal 9 Januari 2009 antara Pelapor (NAZMUDIN, SH) dengan Pemohon, sudah sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

 

  1. Bahwa dari hubungan hukum tersebut diatas berdasarkan Surat Kuasa Direktur No. 7 tertanggal 9 Januari 2009, maka para pihak harus mematuhi dan tunduk pada surat kuasa direktur dimaksud apabila ada para pihak yang tidak puas atau merasa dirugikan akibat dari hubungan hukum ini maka penyelesaiannya adalah secara perdata bukan secara pidana;

 

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata dinyatakan : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”, dengan demikian perbuatan Pelapor (NAZMUDIN, SH) yang melaporkan Pemohon karena Pemohon tidak membayar pajak adalah perbuatan yang keliru akan tetapi apabila Pelapor merasa keberatan atau dirugikan maka penyelesaiannya ranah perdata bukan ranah pidana;

 

  1. Bahwa pokok perkara yang dilaporkan oleh Pelapor (NAZMUDIN, SH) pada Kepolisian Sektor Batahan sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016 adalah dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 Subs 378 KUHPidana;

 

  1. Bahwa terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016, pihak Kepolisian dalam menindaklanjuti laporan tersebut telah terjadi kesalahan penerapan hukum karena kasus yang dilaporkan tersebut ada diatur dalam  Surat Kuasa Direktur No. 7 tertanggal 9 Januari 2009 yang berbunyi :”Segala pajak yang dikenakan atas pekerjaan tersebut dan/atau pembayaran pajak lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan yang dimaksud diatas adalah menjadi tanggung jawab dan pembayaran Penerima Kuasa sendiri dengan membebaskan Pemberi Kuasa dari segala tuntutan tentang pembayaran pajak tersebut baik sekarang maupun di kemudian hari;

 

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 16 tahun 2009 menyatakan : “Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktoral Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan”;

 

Bahwa Termohon I (Penyidik) tidak mempunyai kewenangan menyelidiki kasus pajak dan hanya bisa melakukan pengawasan terhadap penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Sipil tertentu di lingkungan Direktoral Jendral Pajak,”.

 

Dengan demikian Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016, atas nama Pemohon adalah cacat hukum dan Termohon I tidak berwenang menindaklanjuti dan memproses laporan tersebut.

 

  1. Bahwa selain itu ada juga Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-001/J.A/5/2000 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan yang antara lain menyatakan bahwa kasus-kasus menyangkut masalah perpajakan pada dasarnya akan diselesaikan oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak melalui prosedur teknis perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Direktoral Jendral Pajak (bukan yang dilakukan oleh Penyidik Kepolisian, Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya;

 

Dengan demikian tindakan Termohon II (Jaksa Penuntut Umum) terhadap perkembangan suatu perkara tindak pidana sejak diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah salah dan keliru memberikan petunjuk kepada Termohon I dalam hal penetapan tersangka dan pengenaan pasal yang disangkakan.

 

  1. Bahwa tindak pidana di bidang Perpajakan meliputi :
  1. Yang dilakukan oleh seseorang atau oleh Badan yang diwakili orang tertentu (Pengurus);
  2. Memenuhi rumusan undang-undang;
  3. Diancam dengan sanksi pidana;
  4. Melawan hukum;
  5. Dilakukan di bidang perpajakan;
  6. Dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan Negara.

 

Dengan demikian perbuatan Pemohon dapat dikategorikan “Melawan hukum di bidang perpajakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan Negara”, untuk itu perbuatan Pemohon yang tidak membayar pajak bukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 subs 378 KUHPidana akan tetapi dikenakan Pasal 38 dan Pasal 39   Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 16 tahun 2009.

 

  1. Bahwa apabila yang menjadi pokok perkara dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 Subs 378 KUHPidana dikarenakan Pemohon tidak membayar pajak sebesar Rp.7.099.480,- (tujuh juta sembilan puluh sembilan ribu empat ratus delapan puluh rupiah), padahal Pemohon telah membayar pajak tersebut pada tanggal 10 Maret 2015 sesuai dengan Formulir Setoran Pajak tanggal 10 Maret 2015 dan Surat Setoran Pajak (SSP) tanggal 10 Maret 2015;

 

  1. Bahwa berdasarkan Surat Panggilan Nomor : SP-Gil/25/III/2017/Reskrim tanggal 16 Maret 2017 dari Termohon I, diketahui Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka atas Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016 sekaligus dalam surat itu meminta Pemohon agar  hadir di Kantor Termohon I pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 untuk didengar dan dimintai keterangan lanjutan sebagai tersangka;

 

Bila kita melihat dari Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016 dimana Pelapor (NAZMUDIN, SH) membuat laporan pada tanggal 24 Nopember 2016 padahal Pemohon telah membayar pajak terutang tersebut pada tanggal 10 Maret 2015 sesuai dengan Formulir Setoran Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) tanggal 10 Maret 2015;

 

  1. Bahwa dari kedua Surat Panggilan Nomor : SP-Gil/37/XI/2017/Reskrim tanggal 20 Nopember 2017 dan Surat Panggilan Nomor : SP-Gil/25/III/2017/Reskrim tanggal 16 Maret 2017 dari Termohon I, dengan demikian Pelapor dua kali melaporkan Pemohon pada Kepolisian Sektor Batahan, yang pertama tanggal 24 Nopember 2014 dan kedua tanggal 24 Nopember 2016;

 

  1. Bahwa tindakan hukum yang dilakukan oleh Para Termohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka secara sewenang-wenang telah mengakibatkan kerugian baik moril maupun materil kepada Pemohon dengan kerugian moril sulit ditentukan besarnya untuk seorang pengusaha sedangkan kerugian materil adalah sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk membayar jasa Penasehat Hukum;

 

  1. Bahwa terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016 di atas, Pemohon menganggap sangat prematur ditindaklanjuti karena pajak terutang tersebut telah dibayar Pemohon jauh sebelum Pelapor (NAZMUDIN, SH) membuat laporannya dimana Pelapor membuat laporan/pengaduan pada tanggal 24 Nopember 2016 sedangkan Pemohon membayar pajak terutang tanggal 10 Maret 2015;

 

  1. Bahwa berdasarkan uraian diatas maka Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016 bukan ranah hukum pidana, akan tetapi tindak pidana dibidang perpajakan sehinggga Para Termohon salah dan keliru dalam menetapkan peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana;

 

  1. Bahwa dalam surat panggilan yang di buat oleh Termohon I tidak ada dasar untuk melakukan penyidikan atas Laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2014/SU/RES-MDN/SEK-Batahan tanggal 24 Nopember 2016  karena tidak didasari dengan Surat Perintah Penyidikan;

 

  1. Bahwa sesuai dengan Surat Panggilan Nomor : SP-Gil/37/XI/2017/Reskrim tanggal 20 Nopember 2017 dan Surat dari Kejaksaan Negeri Mandailing Natal di Natal Nomor : B-239/N.2.28.8/Epp/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017 menyatakan pemberitahuan hasil penyidikan perkara tindak pidana atas nama Pemohon sudah lengkap (P-21), maka demikian kesalahan petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum tentang tindak pidana yang disidik atas diri Pemohon maka pantas dan patut Jaksa Penuntut Umum ditarik sebagai pihak dalam perkara ini;

 

  1. Bahwa dalam praktek peradilan, Hakim telah membuat putusan terkait penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan, antara lain :

 

  1. Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor : 04/Pid/Prap/2014/PN.Jkt.Sel, tanggal 16 Februari 2014, dengan amar putusan, antara lain :  “Menyatakan penetapan tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah”; “Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon”;

 

  1. Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor : 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel, tanggal 26 Mei 2015, dengan amar putusan, antara lain : “Menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon berkenaan dengan peristiwa pidana sebagaimana dinyatakan dalam penetapan sebagai tersangka terhadap diri Pemohon yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas  Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 jis Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana adalah tidak sah oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan oleh karena itu diperintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin DIK-17/01/04/2014 tanggal 21 April 2014; Menyatakan menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas  Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 jis Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin DIK-17/01/04/2014 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”;

 

  1. Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan  Nomor :   67/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 04 Agustus 2015 dengan amar putusannya : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Prin-752/0.1/Fd.1/06/2015 tanggal 5 Juni 2015  yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9, Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana adalah tidak  sah dan tidak berdasar atas hukum,  dan oleh karenanya penetapan a quo adalah tidak  mempunyai kekuatan mengikat; Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan tersangka terhadap diri Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9, Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Menyatakan penetapan tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah; 5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon; 6. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Negara;
Pihak Dipublikasikan Ya